Posting tugas kuliah kayaknya boring banget deh, cuma yah sapa tau berguna buat yg lagi butek ngerjain paper. jauh dari kata memuaskan karena paper ini dibuat cuma hitungan jam dari jam 2 pagi sampe subuh terus jam 7 paginya dicetak terus dikumpulin sekitar 3 bulan lalu. Beruntungnya sumber sudah ada yang bantu cari sedikit2 sebelum mulai menyusun. Derita kuliah hari sabtu, selesai ngerjain paper ketiduran dan mesti buru2 deh tiap pagi ritual ngebut di jalan tol. Terus siangnya ujian.
Matakuliah ini dibimbing oleh Prof. DR. Sunaryati Hartono, beliau sekarang masih menjabat Ketua Ombudsman dan waktu sebelum pensiun sempat menjadi Ketua BPHN periodenya saya tidak yakin dengan tepat. Perintahnya adalah tentang pembaharuan hukum dari sudut pandang profesi hukum yang dipangku oleh peserta kuliah. Kebetulan kolega saya di program magister ini ada beberapa yang advokat, hakim, polisi dan pegawai yang membawahi fungsi hukum. Secara singkat, saya pikir perancang peraturan perundang-undangan adalah profesi hukum yang paling dekat aksesnya dengan penegakan hukum itu sendiri sebab profesi ini bertugas memformulasikan norma norma yang menjadi kriteria dan standar terwujudnya suatu keseimbangan dalam kehidupan masyarakat berdasarkan asas asas hukum tentunya. Well, semoga bermanfaat ya, terserah deh mau dikritik atau ditanggapi atau dilengkapi. Salam hangat dan semoga sukses.
[1] Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman ditegaskan
tentang kebebasan kekuasaan kehakiman
[4] Memandang Kondisi Dunia Hukum Indonesia dalam Perkembangan Globalisasi, hlm 3
[5]
Sunaryati Hartono, Pengkajian dan Penelitian Hukum dalam Menunjang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan di Daerah, Bogor, 12-15 Juni 2012, hlm 3.
[6]
Sunaryati Hartono, Pembinaan Hukum Nasional dalam Suasana Globalisasi
Masyarakat Dunia, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Hukum Fakultas
Hukum, Universitas Padjajaran, Bandung
1991, hlm 19.
[10] Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.[Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.
[16] Sunaryati Hartono, Ibid, hlm. 17
[17] Lihat Rizal Muchtasar, Sosiologi Hukum Dalam Dimensi Moralitas di Indonesia dlm adeisme.blog.fisip.uns.ac.id
Matakuliah ini dibimbing oleh Prof. DR. Sunaryati Hartono, beliau sekarang masih menjabat Ketua Ombudsman dan waktu sebelum pensiun sempat menjadi Ketua BPHN periodenya saya tidak yakin dengan tepat. Perintahnya adalah tentang pembaharuan hukum dari sudut pandang profesi hukum yang dipangku oleh peserta kuliah. Kebetulan kolega saya di program magister ini ada beberapa yang advokat, hakim, polisi dan pegawai yang membawahi fungsi hukum. Secara singkat, saya pikir perancang peraturan perundang-undangan adalah profesi hukum yang paling dekat aksesnya dengan penegakan hukum itu sendiri sebab profesi ini bertugas memformulasikan norma norma yang menjadi kriteria dan standar terwujudnya suatu keseimbangan dalam kehidupan masyarakat berdasarkan asas asas hukum tentunya. Well, semoga bermanfaat ya, terserah deh mau dikritik atau ditanggapi atau dilengkapi. Salam hangat dan semoga sukses.
PERAN
PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PEMBAHARUAN SISTEM HUKUM INDONESIA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Kondisi Hukum di Indonesia
Menjamurnya konflik agraria, inefesiensi
birokrasi dan korupsi serta kasus mafia peradilan (Gayus dan Artalita) menjadi
cerminan nyata bagaimana kondisi hukum di Indonesia. Belum lagi konflik sosial
dan ekonomi terkait penerbitan suatu izin oleh pemerintah, misal izin usaha
pertambangan di Bima yang menyulut emosi
warga dan mengakibatkan tindakan anarkis. Mengutip pendapat Tony Adams, the court are extremely clogged up and are
generally unresponsive to needs of public. Peradilan di Indonesia yang
tidak responsif seringkali disinyalir berkat tidak independennya lembaga peradilan
Indonesia.[1]
Padahal independennya lembaga peradilan amat penting untuk mencapai sistem
keadilan, perdamaian, pemeliharaan kehormatan individu dan tertib sosial serta
perlindungan hukum yang setara.Kondisi
hukum Indonesia yang demikian itu merujuk kepada Dato Param Cumaraswamy disebut
sebagai “kebusukan hukum”. Kondisi hukum
Indonesia dalam keadaan kritis dan parah karena tidak saja meliputi institusi
semata melainkan sudah merangkak masuk dalam tataran kultur baik internal
maupun eksternal. Internal yaitu pada aparat penegak hukum beserta filosofi produk
peraturan perundangan. Pada tataran eksternal, yakni masyarakat luas. [2]
Tekanan dunia internasional pun secara tidak langsung
dirasakan ketika globalisasi dan kebijakan perdagangan bebas menghimpit
Indonesia untuk tetap mempertahankan kedudukan dalam perekonomian global. Dalam
hal ini hukum dan ekonomi berperan sebagai variabel dependent dan independet
yang memiliki korelasi yang koheren. Pada paragraf sebelumnya sedikit telah diuraikan
perihal kondisi hukum Indonesia, namun perlu juga kiranya menambahkan data-data
lain yang jauh lebih lengkap, bahwa 75 (tujuh puluh lima) persen pengelolaan
minyak dipegang oleh asing, hal ini merupakan penyimpangan terhadap ketentuan
konstitusi Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demikian pula di bidang
perbankan, 50,6 persen berada di bawah kepemilikan asing. Hal yang sama juga
terjadi di sektor telekomunikasi serta perkebunan kelapa sawit. Bahkan
disinyalir tidak saja pada tataran ekonomi, pada aspek penyusunan peraturan
peundang-undangan pun tangan asing terlihat mencampuri. Contoh paling nyara
adalah dalam pengelolaan tambang. Kontrak karya terhadap penambang emas di Nusa
Tenggara Barat (NTB) misalnya, royalti yang dibayarkan kepada negara ditetapkan
atas dasar harga tetap US$ 300 per troy ounce. Padalah harga emas sekarang ini
sudah mencapai US$1.500 per troy ounce.[3]
Berkenaan
dengan intervensi asing dalam penyusunan perundang-undangan dapat dilihat,
menururt anggota DPR Eva Kusuma Sundari, merujuk pada hasil kajian Badan
Intelejen Negara (BIN) terdapat sekitar 76 (tujuh
puluh enam) undang-undang yang disinyalirn kuat menguntungkan pihak asing dan
ada keterlibatan pihak asing dalam penyusunannya. Internasional Monetary Fund
(IMF) dan United States Agency for International Development (USAID) ada
dibelakang semua itu.[4]
Ketiganya terlibat sebagai konsultan, karena memberikan pinjaman kepada
pemerintah untuk sejumlah program di bidang politik, ekonomi, pendidikan,
kesehatan dan kesejahteraan rakyat. Maka tidak heran jika mereka bisa
menyusupkan kepentingan asing dalam penyusunan undang-undang di bidang-bidang
tersebut. Dapat dilihat misalnya Undang-Undang BUMN dan Undang-Undang Penanaman
Modal Asing. Misalnya lagi Undang Undang Migas No. 22 Tahun 2001. Intinya semua
memberikan keuntungan yang sangat besar bagi adanya modal asing masuk ke
Indonesia. Modal asing masuk ke Indonesia tentunya, salah satu rupanya adalah
dengan berkuasanya Transantional Corporations.
Maka tak heran jika 75 (tujuh puluh lima) persen migas Indonesia dikuasai oleh
asing.
B. Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
Pemerintah sebagai pihak yang memgajukan
prakarsa sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya dalam menjalankan
penyelenggaraan negara harus mampu mengidentifikasi dan memfilter, materi
muatan apa sajakah yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara serta sebagai bagian dari masyarakat dunia untuk diatur
dalam peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan landasan pemikiran dan
filsafat hukum yang selaras dengan tujuan nasional. Pembentukan peraturan
perundang-undangan merupakan bagian dari seluruh proses pembentukan hukum yang
baru, karena hukum mencakup proses prosedur, bahkan hukum kebiasaan, perilaku
dan sopan santun, dalam menjalankan tugas kenegaraan dan pelayanan publik
kepada masyarakat, sesuai dengan asas-asas pemerintahan yang baik.[5]
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan pemerintah harus merumuskan
kemungkinan-kemungkinan, kesempatan-kesempatan dan kecenderungan yang akan
terjadi di masa depan, melihat kesempatan dan menganalisis resiko untuk
meminimalisir kendala yang akan dihadapi ketika menegakkan suatu aturan.
Berbicara tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan, selain bargaining
politics maka tidak lepas dari peranan perancang peraturan
perundang-undangan dalam proses penyusunan suatu produk peraturan. Sebagaimana
telah diulas sebelumnya bahwa banyak undang-undang yang disisipi kepentingan
asing yang tentu tidak berpihak pada kepentingan bangsa dan cenderung selalu
merugikan, maka sejauh manakah seorang perancang peraturan perundang-undangan
berperan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya untuk memformulasikan norma
hukum dengan berpayung pada satu sistem hukum nasional dengan tetap
memperhatikan perkembangan masyarakat dunia.
C.
Permasalahan
Berdasarkan uraian pada bagian pendahuluan, maka
dapat ditarik suatu permasalahan, “bagaimana peran perancang peraturan
perundang-undangan dalam proses penyusunan pearaturan perundang-undangan,
khususnya, dan pada pembangunan sistem hukum nasional, umumnya”
BAB
II
KERANGKA KONSEP
KERANGKA KONSEP
A.
Perancang Peraturan Perundang-undangan
Keputusan Menteri Negara Pendayaagunaan
Aparatur Negara Nomor 41/KEP/M.PAN/12/2000 tentang Jabatan Fungsional Perancang
Dan Angka Kreditnya menetapkan bahwa, Perancang Peraturan Perundang-Undangan
adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan
hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan menyusun
rancangan peraturan perundang-undangan dan atau instrumen hukum lainnya pada
instansi pemerintah.
Dalam setiap tahapan pembentukan
peraturan perundang-undangan baik yang dilaksanakan oleh Pemerintah, Dewan
Perwakilan Rakyat, maupun Dewan Perwakilan Daerah, diamanatkan untuk melibatkan
Perancang Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 98 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa
dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan mengikutsertakan
perancang peraturan perundang-undangan.
B.
Sistem Hukum Nasional
Sistem adalah sesuatu yang terdiri dari
sejumlah unsur atau komponen yang selalu saling mempengaruhi dan terkait satu
sama lain oleh satu atau beberapa asas pengikat [6]
yang setiap unsur (pembentuk hukum, aparat penegak hukum, pengadilan, aparat
pelayanan hukum, profesi hukum dan masyarakat) merupakan representasi dari
bidang hukum yang terpadu membentuk kesatuan secara terencana dan terorganisir
yang mengarahkan dan mensinkronkan setiap perbuatan hukum dalam proses pembentukan
Hukum Nasional.[7]
Dalam pengertian singkat Sunaryati
Hartono menyimpulkan bahwa, Sistem Hukum Nasional sebagai sistem manajemen
kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana norma-norma merupakan salah satu
faktor diantara sekian banyak faktor yang menentukan baik buruknya hasil
manajemen atau jerih payah manajer yang akan membawa Indonesia menjadi negara
yang aman, sejahtera dan bahagia di abad 21 serta membawa perubahan besar pada
abad seterusnya.[8]
C.
Pembaharuan Hukum
Pengembangan
konsepsionil daripada hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat Indonesia
lebih luas jangkauan dan ruang lingkupnya daripada tempat kelahirannya sendiri
karena beberapa hal:
1.
Lebih menonjolnya perundang-undangan dalam proses pembaharuan
hukum di Indonesia, walaupun yurisprudensi juga ada memegang peranan, berlainan
dengan keadaan Amerika Serikat dimana teori Pound ditujukan terutama pada
peranan pembaharuan pada keputusan-keputusan pengadilan.
2.
Sikap yang menunjukkan kepekaan terhadap kenyataan masyarakat
menolak aplikasi “mechanists” daripada konsepsi “law as a tool of social
engineering”. Aplikasi mekanistis yang digambarkan dengan kata tool akan mengakibatkan hasil yang tidak
banyak berbeda dari penerapan legisme.
Di Indonesia, konsepsi hukum sebagai alat atau sarana pembaharuan dipengaruhi
oleh pendekatan filasafat budaya dan pendekatan policy-oriented dari Laswell dan Mc Dougal.
3.
Dalam pengertian hukum termasuk pula hukum internasional maka
Indonesia sebenarnya sudah menjalankan asas “hukum sebagai alat pembaharuan”
jauh sebelum konsepsi ini dirumuskan resmi sebagai landasan kebijaksanaan
hukum. Dengan demikian maka perumusan resmi itu sesungguhnya merupakan
perumusan pengalaman masyarakat Indonesia menurut sejarah. Perombakan hukum di
bidang pertambangan dan migas, tindakan-tindakan bidang hukum laut, merupakan
perwujudan dari aspirasi bangsa Inndonesia yang dituangkan dalam bentuk hukum
dan perundang-undangan.[9]
Uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa walaupun secara teoritis konsepsi hukum yang
melandasi kebijaksanaan hukum dan perundang-undangan (rechts politik) yang juga
telah dikenal dalam konsepsi di negara maju, namun hakikatnya konsepsi tersebut
lahir dari masyarakat Indonesia sendiri berdasarkan kebutuhan yang mendesak
dan dipengaruhi faktor-fakor yang berakar dalam sejarah Indonesia.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Perancang Peraturan Perundang-undangan sebagai Sarjana Hukum yang
Profesional dan Kredibel
Tidak dipungkiri bahwa tertinggalnya
pemikiran hukum bangsa Indonesia dipengaruhi oleh kecenderungan sarjana hukum
Indonesia masa kini yang berpikir secara terkotak-kotak terhadap suatu masalah
dan beranggapan penyelesaiannya ditinjau dari satu sudut pandang satu bidang
hukum saja. Cara berpikir monolitik seperti ini yang mengakibatkan pemikiran
hukum bangsa Indonesia semakin tertinggal. Permasalahan di era globalisasi
adalah permasalahan kompleks yang membutuhkan ketajaman analisa dari berbagai
aspek ilmu (interdisipliner), sehingga perancang peraturan perundang-undangan
sebagai seorang sarjana hukum yang andal harus mengasah wawasan dan pengetahuan
untuk meningkatkan kreatifitas dalam menemukan solusi bagi kendala yang
dihadapi ketika proses penyusunan peraturan perundang-undangan.
Perkembangan ilmu yang bergerak linier
dengan perkembangan masyarakat menuntut perancang peraturan perundang-undangan
sebagai seorang sarjana hukum untuk memiliki jalan pemikiran baru yang inovatif
dan futuristik/visioner beberapa langkah lebih maju dari sarjana ilmu lain.
Namun demikian, inovasi dan pola pikir modern tidak meninggalkan kearifan nilai
primordial seorang perancang peraturan sebagai sarjana hukum yang memiliki
Wawasan Nusantara[10]
dan Wawasan Kebangsaan[11]
yang merupakan hal fundamental dalam pembangunan Hukum Nasional.
Masa depan adalah keberlanjutan saat
ini. Masa depan bukanlah sesuatu yang sama sekali baru, namun proses
menghilangnya masa kini. Masa depan adalah ekor dari masa kini. Dan ini adalah
gelombang. Kita hidup di masa depan pada saat ini. Masa depan adalah proses
matinya saat ini.[12] Menyikapi
hal tersebut, seorang perancang peraturan sebagai sarjana hukum yang
profesional dan kredibel, idealnya menjunjung kejujuran guna menjaga kualitas
obyektifitas dalam keterlibatannya ketika penyusunan suatu peraturan yang
secara langsung berkontribusi bagi kebaikan dan kemaslahatan orang banyak.
B.
Perancang Peraturan Perundang-undangan
selaku Birokrat yang Menegakkan Hukum
Sebelum
membahas lebih dalam, pada bagian kerangka konsep telah didefinisikan bahwa Perancang Peraturan Perundang-Undangan adalah Pegawai
Negeri Sipil (selnajutnya disingkat menjadi PNS) yang diberi tugas, tanggung
jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melakukan kegiatan menyusun rancangan peraturan perundang-undangan dan atau
instrumen hukum lainnya pada instansi pemerintah, Berdasarkan definisi bahwa
perancang peraturan perundang-undangan adalah seorang PNS, maka perancang
peraturan perundang-undangan merupakan birokrat yang berperan selaku penegak
hukum sesungguhnya. Adalah hukum bagi seorang perancang peraturan untuk
menegakkan asas-asas, dan prinsip-prinsip dalam ilmu hukum ketika proses penyusunan
peraturan perundang-undangan. Adalah hukum bagi perancang peraturan
perundang-undangan untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana diatur
dalam Keputusan Menteri Negara Pendayaagunaan Aparatur Negara Nomor
41/KEP/M.PAN/12/2000.
Keputusan Menteri Negara Pendayaagunaan Aparatur Negara Nomor 41/KEP/M.PAN/12/2000 tentang Jabatan
Fungsional Perancang dan Angka Kreditnya menetapkan bahwa Perancang Peraturan
Perundang-undangan memiliki tugas pokok menyiapkan, mengolah, dan merumuskan
rancangan peraturan perundan-undangan dan instrumen hukum lainnya. Agar dapat
menjalankan tugas pokoknya tersebut dengan baik sehingga diperoleh peraturan
perundang-undangan yang baik, perancang peraturan perundang-undangan harus
memahami dengan baik apa yang menjadi kewajiban dan perannya. Kewajiban yang
harus dipenuhi oleh seorang perancang dalam setiap pembentukan peraturan
perundangundangan antara lain:
1. Memahami
ketatanegaraan Indonesia, juga negara-negara lain.
2.
Memahami sistem politik negara dan peta politik.
3.
Memahami hukum pada umumnya.
4.
Memahami Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan beserta Lampiran dan Peraturan Pelaksananya.
5.
Memahami dengan cepat mengenai objek garapannya, termasuk
bagaimana melakukan harmonisasi dan sinkronisasi untuk menghasilkan konsepsi
sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
6.
Memahami bahasa hukum dan peraturan perundang-undangan.
7.
Memahami asas materi muatan.
8. Memahami
materi muatan.
9. Memahami
penormaan.
10. Memahami
asas pembentukan dan tata urut peraturan perundang-undangan.
Selain kewajiban, seorang perancang peraturan perundang-undangan
juga dituntut untuk memahami dan melaksanakan perannya dengan baik. Peran
Perancang Peraturan Perundang-undangan adalah:
1.
Menentukan pilihan-pilihan yang dikehendaki oleh penentu
kebijakan.
2.
Merumuskan substansi secara konsistens atau taat asas.
3.
Merumuskan substansi yang tidak menimbulkan penafsiran (ambigu).
4.
Merumuskan substansi yang adil, sepadan, atau tidak diskriminatif.
5.
Menjamin bahwa peraturan yang dirancang dapat dilaksanakan dengan
mudah oleh pelaksana.
6.
Menjamin bahwa peraturan yang dirancang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan di atasnya atau melanggar kepentingan umum.
7.
Menjamin bahwa peraturan yang dirancang dapat memecahkan masalah
yang dihadapi oleh penentu kebijakan.
8.
Menjadi penengah dalam penyelesaian tumpang tindih kewenangan dan
pengaturan dalam pembahasan di tingkat antar departemen atau antar lembaga.
9.
Melakukan negosiasi atau pendekatan-pendekatan psikologis terhadap
penentu kebijakan demi tercapainya tujuan yang diinginkan.[13]
Setiap perancang peraturan perundang-undangan harus memiliki
pemahaman yang mendalam dan mengimplementasikan kewajiban dan perannya guna
peningkatan efesiensi dann konsistensi birokrasi.
C.
Peran Strategis Perancang Peraturan
Perundang-undangan dalam Pembaharuan Sistem Hukum Nasional
Sunaryati Hartono mengemukakan bahwa, penyusunan
peraturan peraturan perundang-undangan pada abad 21 merupakan pekerjaan jangka
panjang yang jauh berbeda dengan proses dan teknik penyusunan peraturan
perundang-undangan di masa lalu, sebab sekarang pembentukannya mengharuskan
keterlibatan orang yang mempunyai:
a.
Visi yang tepat tentang sejarah dan bangsa;
b.
Tentang watak dan perilaku bangsa dan;
c.
Tentang kekurangan dan
kelebihan bangsa kita dibandingkan bangsa lain.[14]
Mengacu pada point-point tersebut, selain
yang telah dijabarkan pada bagian sebelumnya, perancang peraturan
perundang-undangan memilik peran yang krusial dan strategis. Pengakuan atas
peran tersebut melahirkan beberapa tanggung jawab yang besar. Totalitas dalam
melaksanakan tugas diharapkan kepada setiap perancang peraturan mengingat
pekerjaannya memiliki dampak yang besar bagi kehidupan masyarakat. Misal,
ketidakteltitian dalam merujuk pasal ketika penyusunan, dapat membawa akibat
hukum yang merugikan masyarakat, melukai perasaan keadilan dan menimbulkan
ketidak pastian hukum dan pada akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi
atau Mahkamah Agung baik sebagian atau keseluruhan isi Pasal-Pasal peraturan
perundang-undangan tersebut.
Perancang peraturan perundang-undangan
harus mampu melihat kemungkinan-kemungkinan atau
probalitas-probalitias dari kondisi terkini yang memproyeksikan kondisi masa
depan (futurologi).[15]
Dapat diambil contoh misalnya pada saat penyusunan Undang-Undang Dasar tahun
1945 sesungguhnya perumusannya menjangkau jangka waktu yang begitu panjang
untuk membentuk dan pada akhirnya mencapai masyarakat Pancasila berdasarkan UUD
1945, dan bila dicermati sesungguhnya semakin jelas bahwa kaidah-kaidah yang
dituangkan ke dalam pasal-pasal UUD 1945 bukanlah hukum positif yang berlaku
ada saat itu.[16]
Berbekal
Wawasan Nusantara dan Wawasan Kebangsaan, perancang peaturan perundang-undangan
harus mampu mensinergikan kearifan lokal di setiap daerah yang menjadi corak
dan karakter peraturan daerah tanpa mengabaikan nilai-nilai fundamental dalam
sistem Hukum Nasional, serta melakukan perbandingan hukum dengan negara lain
untuk menemukan pola dan bentuk tertentu yang cocok diterapkan pada suatu
pengaturan. Perancang Peraturan Perundang-undangan harus bisa mempertanggungjawabkan
kontribusinya baik secara moral dan keilmuan produk perundang-undangan yang
dihasilkan dapat menyelesaikan persoalan-persoalan hukum yang
muncul dan dihadapi oleh masyarakat. Dengan berpikir a contra rio, atas apa yang dikemukakan Santos, bahwa ,
“Ketidakmampuan hukum
dalam menyelesaikan masalah-masalah itu berkaitan dengan ketidakseimbangan
pilar penyangga modernisme. Pilar regulasi mengalami ketidakseimbangan pada
prinsip negara dan prinsip pasar dibandingkan dengan prinsip komunitas.[17]
Maka produk perundang-undangan yang baik dapat menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan modernisme yang menciptakan keseimbangan pilar regulasi dan
setara kedudukannya dengan prinsip negara, prinsip pasar (ekonomi) dan prinsip
komunitas (sosial-budaya) , tidak ada kekuasaan yang mendominasi dan masyarakat
tidak lagi menjadi korban dari kredo modernitas.
BAB IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Perancang peraturan perundang-undangan
memiliki peran strategis yakni:
1.
Merumuskan substansi secara konsistens atau taat asas.
2.
Merumuskan substansi yang tidak menimbulkan penafsiran (ambigu).
3.
Merumuskan substansi yang adil, sepadan, atau tidak diskriminatif.
4.
Menjamin bahwa peraturan yang dirancang dapat dilaksanakan dengan
mudah oleh pelaksana.
5.
Menjamin bahwa peraturan yang dirancang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan di atasnya atau melanggar kepentingan umum.
6.
Menjamin bahwa peraturan yang dirancang dapat memecahkan masalah
yang dihadapi oleh penentu kebijakan.
7.
Menjadi penengah dalam penyelesaian tumpang tindih kewenangan dan
pengaturan dalam pembahasan di tingkat antar departemen atau antar lembaga.
8.
Melakukan negosiasi atau pendekatan-pendekatan psikologis terhadap
penentu kebijakan demi tercapainya tujuan yang diinginkan.
Atas peran tersebut melahirkan tanggung jawab yang besar dan
mendasarkan kemampuan seorang perancang peraturan yang menguasai futurologi dan
menjunjung tinggi nilai primordial serta kearifan lokal yang menjadi akar dari
sistem hukum nasional.
Produk perundang-undangan yang baik produk
perundang-undangan yang baik dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
modernisme yang menciptakan keseimbangan pilar regulasi dan setara kedudukannya
dengan prinsip negara, prinsip pasar (ekonomi) dan prinsip komunitas
(sosial-budaya), tidak ada kekuasaan yang mendominasi dan masyarakat tidak lagi
menjadi korban dari kredo modernitas.
Pembaharuan sistem hukum nasional bergantung pada
cara pandang dan pemikiran hukum seorang perancang peraturan perundang-undangan
ketika memproyeksikan masa depan.
[4] Memandang Kondisi Dunia Hukum Indonesia dalam Perkembangan Globalisasi, hlm 3
[8]
Sunaryati Hartono, Kuliah Umum, “Sarjana Hukum masa Depan”, Fakultas Hukum
Universitas Krisnadwipayana, 2012 hlm 3
[9]
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, Lembaga
Penelitian Hukum dan Kriminologi, Fakultas Hukum Universitas Padjajaran,
Bandung, 1976, hlm 9-10.[10] Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.[Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.
[11] Wawasan Kebangsaan adalah adalah visi suatu bangsa (nation) sehubungan dengan
keberadaannya di antara bangsa-bangsa lain (=perspektif geopolitik).
(Perhatikan juga misalnya bahwa peta dunia yang menggambarkan wilayah
negara-negara disebut dengan political map of the world).
[12] A.G. Dugin, The Ontology of The
Future, dalam Vladimir I. Yakunin (ed), Problems of Contemporary World
Futurology, Newcastle: Cambridge Scholars Publishing, 2011, hlm: 24 melalui
Memandang Kondisi Dunia Hukum Indonesia dalam Perkembangan Globalisasi 2012.
[13]
Ditjen Peraturan Perundang-undangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, www.depkumham.go.id
[14]
Sunaryati Hartono, Pengkajian dan Penelitian Hukum dalam Menunjang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan di Daerah, Temu Konsultasi dengan Kementerian
Hukum dan HAM, Jakarta, 2012, hlm 5
[15]
Futurologi atau kajian tentang masa depan adalah
kajian yang merumuskan kemungkinan-kemungkinan, kesempatan-kesempatan dan
kecenderungan yang akan terjadi di masa depan. Masih terjadi perbedaan pendapat
mengenai apakah futurologi ini adalah seni atau ilmu pengetahuan. Secara umum,
dapat dikatakan bahwa futurologi berada dibawah kajian sejarah. Futurologi
dilihat sebagai usaha atau perangkat untuk memahami apa yang terus berlanjut,
apa yang berubah, dan apa yang baru.
Tidak sebagaimana ilmu pengetahuan lain yang bersifat khusu, futurologi
lebih melihat sesuatu dalam konteks sistem yang makro. Metodologi yang
digunakan bisa dibandingkan atau dilakukan dengan menggunakan metode ilmu-ilmu
alam atau bahkan ilmu sosial semacam, soiologi, ekonomi, atau ilmu politik
dalam Futurology. Wordnet.princeton.edu[16] Sunaryati Hartono, Ibid, hlm. 17
[17] Lihat Rizal Muchtasar, Sosiologi Hukum Dalam Dimensi Moralitas di Indonesia dlm adeisme.blog.fisip.uns.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar