Minggu, 10 Februari 2013

Les Miserables and Les Miserables

 Hola!... ouch been so long not blogging. Sok sibuk sih, tapi ngga pernah pura pura sibuk ya. by the way, topik kali ini adalah resensi film, tepatnya komentar dan komplain, sigh. Oh tidak, masih berasa kecewanya *drama. Hahahahaha

 
 
 
 
 
 
 
 
 

Les Miserables.  Ya, Les Miserables yang itu. Saya menunggu film itu diputar dari akhir November, sumprit, itu film di luar ekspektasi deh. Banyak yang komen bagus tentang film itu, dan masuk beberapa kategori nominasi penghargaan Golden Globe. Tapi sejujurnya saya tidak begitu suka dengan versi yang sekarang. Kalau dirunut kesannya antiklimaks, betapa tidak, di awal saya terpesona dengan Jan Valjean yang kurus, tirus, kumuh dan super duper menderita, menyanyikan kidungnya yang pertama tentang upaya keras pembebasan jiwa dari niat jahat dan keburukan nafsu dunia. Oh scene itu indah sekali, kata orang jawa sampe “mbrebes mili” (googling deh sono sampe juling ngga bakal nemu :D) lalu lama kelamaan berakhir pada tembang cengeng yang mengiringi romansa Marius dan Cosette yang sepertinya mendominasi plot film.  Okey saya setuju film tentang cinta yang murni selalu menarik bagi pangsa pasar boxoffice, tapi saya pikir dan saya rasa pesannya agak melenceng dari pesan yang telah disampaikan di film garapan pertama. Betul bahwa film ini menceritakan tentang cinta kasih, tapi sepertinya ada beberapa “check point”di film pertama yang tidak ditemukan pada film versi baru (mudahnya saya sebut film kedua ya, meskipun bukan sekuel). Marginalitasnya mungkin tidak sekolosal yang pertama tapi paling tidak, jangan dihilangkan.

1.      Adegan Jan Valjean sebagai walikota dan Javert sebagai inspektur, setting pabrik, ketika menanyakan administrasi kependudukan  Jan Valjean.

Di film pertama, ketegangannya sangat terasa karena sense thriller itu kan tidak didapat dari kalimat bernada dan berima. Cukup dengan bahasa tubuh dan kalimat padat berintonasi keras, dan trik reli panjang percakapan yang diakhiri jawaban cerdas (kesan yang sama juga ketika Jan Valjean menebus Cosette-dia mampu mengimbangi kelicikan dan culasnya orangtua angkat Cosette). Di film pertama, im sticked with Liam Neeson , suaranya, mimiknya, gerak tubuhnya. D i film kedua, Hugh Jackman boleh juga, dan Russel Crowe memang enak dilihat ya, meskipun suara mereka bagus, tapi saya tidak suka dengar mereka nyanyi di adegan ini. Apakah film musikal harus 100% berirama “line”nya. Saya tidak mengerti dengan si pembuat film, apakah untuk menghilangkan kesan “maho” dia merasa terbantu dengan aktor laga seperti hugh jackman dan russel crowe, (oh ya ada scene dimana hugh jackman bernyanyi waktu dia menjemput cossete dan hendak melarikan diri ke Perancis dalam kereta kuda, dia berkisah dalam lagu betapa besar arti kehadiran cosette) harafiah lagunya bagus, tapi motionnya ngga dapet deh, di saat yang sama analogi rasa yang terjadi adalah muncul bayangan Wolferine memakai spandek kuning menyanyikan “Somewhere over the rainbow-versi Connie Talbot”.  Geli yang menyiksa. Maksud saya adalah, ketika dipilih Hugh Jackman dan Russel Crowe sebagai centre of plot, apa ya dia melupakan standar ketika memilih aktor untuk tokoh Marius? Marius itu kan seorang revolusioner, tapi kenapa yang dapet peran kaya runner up nya program Glee? Keliatan banget maho-nya. Ih nanggung deh.  Sorry Eddy, but Hans Matheson is better, eventhough you are more handsome than him, your face doesnt shows you are a rebel.

 

2.      Check point kedua adalah ketika adegan Fantine diusilin dan dia tidak punya apa-apa lagi untuk membayar utang (bukan hutang) atas kehidupan anaknya,  di film pertama kronologisnya jelas kenapa seorang walikota bisa berada satu locus dengan prostitusi di malam itu dan akhirnya menemukan Fantine dalam keadaan payah, tapi di film kedua, tiba-tiba Valjean muncul begitu aja dari balik tembok, dan sendirian, ngapain coba? Kalau di film pertama kan jelas settingannya di bar, so logis dong walikota walking arround sama sejawatnya, tapi di film kedua lebiah keliatan sebuah dermaga karena ada kapal terdampar dan layar robek2. Apa sih? Aduh.  Uma Thurman dan Anne Hathway , beda banget deh warna wajahnya, Menatap Fantine-Uma dan menatap Fantine-Anna menimbulkan kesan yang berbeda. Fantine-Uma : murni, pejuang, keras kepala (karakter yang hampir sama dalam Kill Bill tapi ngga pake bengis) Fantine-Anna: murni, naif, manja, loveable, cute, dan super cute oh no dia terlalu cute utk tokoh fantine, dan dia ngga keliatan sengsara walaupun dia bernyanyi memilukan sampai membuat saya menangis ketika pertama kali dan terpaksa menjadi tuna susila. Saya suka Anna Hathway tapi tidak untuk Fantine.  Terminologi judul film kan maksudnya “orang-orang sengsara” ya tapi sampai dengan tengah alur saja didapat perasaan kasihan atas kesengsaraan Valjean, setelah itu, flaaat, wajar karena plot didominasi romansa marius dan cossete. Oya tentang cossette, saya pun tidak terlalu terkesan dengan Claire Danes di film pertama tapi kenapa kok bisa Amanda Seyfried yang terpilih di film kedua. Amanda Seyfried di Red Riding Hood cocok, karena cantik, tapi lagi-lagi ngga keliatan sengsara. Setiap adegan mukanya seolah-olah minta dicium, (bibirnya engga banget).

 

3.      Check point ketiga, Jan Valjean mendaki tembok perbatasan Kota Paris (bukan memanjat karena itu tembok tingginya minta maaf). Di film pertama detailnya ditunjukkan secara dramatis bagaimana dia bersusah payah sambil gendong cossette mendaki tembok padahal radius beberapa meter anak buah Javert memblokade gerbang masuk dan ada patroli pengawas, tegangnya minta ampun. Sembunyi-sembunyi merendahkan kepala sejajar ilalang, membawa logistik seperlunya dan ketika hendak meraih tali untuk dakian pertama,  cossete kecil berseru, “Papa, dont leave me!” dia bahkan belum bertemu ibu kandungnya sendiri saat itu dan baru saja terbebas dari kerja paksa orang tua angkat sang pengelola penginapan yang culas.  Dan tebak, di film kedua detail itu ngga ada. Yang ada cuma Hugh Jackman sudah sampe di atas tembok dan tembak2an sama Javert  lalu menyusup kedalam biara (di film pertama tidak begitu ceritanya, Javert bahkan tidak tahu kalau Valjean berhasil meloloskan diri ke dalam biara).

 

4.      Check point keempat. Adegan yang paling saya suka dan membuat saya terkesan pada Geoffrey Rush (King Speech, Pirates of Carribean) sebagai Javert, dia membawakan karakter yang keras, kaku, rigid, pada adegan yang menurut saya adalah klimaks dari cerita adalah ketika dia menunggu janji Jan Valjean untuk menyerahkan diri di tepi sungai, di film kedua tidak dikisahkan mereka berhasil bertemu,  namun langsung melagukan bimbang dari sang Javert  yang kemudian berakhir pada keputusan dia menjatuhkan diri kedalam tanggul dengan visual detail yang horor saat organ tubuhnya tercerai berai.  Sedangkan di film pertama, di tepi sungai Javert menunggu dan agak lama lalu muncullah Jan Valjean menyerahkan diri sesuai janjinya ketika dia menukar nyawa marius dengan kebebasan dirinya kepada Javert pada saat terjadi pertempuran anarkis kaum revolusi . Saat itu Valjean sudah sangat pasrah untuk berkorban demi kebahagiaan cossete and marius, tapi Javert mulai merasakan dilema atas keberanian Jan Valjean menyerahkan diri dan kembali merasakan kesengsaraan hidup dipenjara.  Javert tidak dapat menguasai diri, dia tidak dapat mengampuni Valjean karena dia tidak berbelas asih pada dirinya sendiri, begitu kaku pada aturan, dan setiap zat yang terlalu kaku dan keras akan mudah patah. Dia memutuskan menceburkan diri ke dalam sungai, membunuh dirinya sendiri karena tidak mampu membunuh dilema. Obsesinya akan Valjean menyengsarakan dirinya dan dia mengakhiri kesengsaraan itu dengan bunuh diri. Valjean terkejut, terpaku sesaat dan berjalan berbalik arah merasakan angin kebebasan dan bahagia bersama cosete, setting pada siang hari. Akhir cerita yang berbeda pada film kedua, javert menjatuhkan diri kedalam sungai, tidak bertemu dengan valjean, dan dikisahkan valjean meninggal. Horrible.

 

Adegan yang membuat saya sangat terkesan pada film kedua adalah scene Helena dan .... (sapa ya lupa namanya) sebagai pemilik penginapan yang korup, licik dan culas. Visualisasi yangn riang dan lucu serta line yang menggelitik perut.  Bagi yang ngga familiar dengan film ini, ada sekilas info di http://en.wikipedia.org/wiki/Les_Mis%C3%A9rables.
 
Oke that's it. Thank you for viewing. Best Regards. :)